Monthly Archives: January 2008

Perempuan Nenden

    Selamat malam Nenden …
    Rok jeans mini, kaos kelabu plus sandal kuning transparan – malam ini,
    Kau terlihat berbeda dan kelihatan lebih muda.
    “Setiap harinya, aku lebih suka pakai rok, dan memilih celana diacara resmi atau bekerja” katamu, ditemani tiga teman perempuanmu, di Bakoel Koffie Cikini, Jum’at malam – 10 Agutus 2007.
    Apapun pakaian yang kau pilih, mereka setuju – kau bukan perempuan biasa.

    Dan itu sudah kau sadari, sejak belajar di bangku sekolah menengah – SMA 8 di Bandung.
    Tempat cinta pertamamu datang dan remajamu dikelilingi cerita HAI, GADIS & Anita Cermerlang, yang mengenalkan pada mimpi terbesarmu; menjadi reporter.

    “Aku akan jadi reporter, aku mau melihat dunia”, janjimu. Dan kau menepatinya.

    Itulah kenapa, kau putuskan keluar, setelah setahun kuliah di Fakultas Sastra Perancis Unpad Bandung. Lantas memilih belajar ilmu komunikasi. Kau hijrah ke FISIPOL Universitas Gadjah Mada. Waktu itu, keluarga besarmu berat hati, melepas kepergianmu ke kota pelajar itu.
    Maklum, saat itu kau satu-satunya dari tiga bersaudara, yang menimba ilmu di luar Bandung.

    “Aku tahu diri, dengan keterbatasan dan keinginan melihat dunia, harus kubuka pintunya satu demi satu”, katamu.

    Di Jogjakarta kau mulai membuka pintu-pintu itu. Kau mulai dengan menulis di Balairung – majalah kampus, lantas menjadi koresponden majalah HAI, jadi Public Relation Jogjakarta Craft Council brand manager Dagadu, melamar jadi reporter hingga marketing Manager ekspor produk kerajinan lokal. Dari semua itu, jadi reporter dan penyiar adalah favoritmu. Tahun 2004, kau menjadi reporter Tri Jaya FM, sebuah radio swasta ternama di Jogjakarta.

    Percakapan sehari sebelum kau mengudara seperti biasa di acara “Sunday Morning Web – Tri Jaya FM, 6 – 9 Am”, merubah cerita hidupmu hidupmu, perempuan bernama lengkap Nenden Novianti Fathiastuti, yang waktu itu berusia 28 tahun, rambut hitam, tinggi 159 centimeter, lingkar pinggang 28, ukuran BH 34b.

    “Nenden, besok pagi kau harus mewawancara Anand Khrisna” kata produser sekaligus mitra siaranmu, Ekky Gunadi. Semula kau bingung, sepertinya pernah mendengar nama Anand Khrisna, rasanya taka asing, tapi kau tak tahu siapa dia. Untunglah seorang teman punya buku karangannya – judulnya “Ah! Mereguk keindahan tak terkatakan – Hridaya Sutra bagi Orang Modern”. Buku ini yang kemudian merubah pandanganmu tentang kehidupan. Yang membuatmu percaya tentang perjalanan panjang hidup manusia, tentang reinkarnasi, karma dan moksa. Sejak itu, kau lahap semua buku Anand Khrisna, juga banyak buku tentang ajaran Budha.

    Kau percaya pada akhirnya, bahwa orang hidup harus berguna buat orang lain. “Aku tak perlu takut miskin, ataupun susah. Karena saat mati, aku tak akan membawa apa-apa” tuturmu bersemangat. Tulisan Paulo Coelho memperkaya semangat hidupmu, kemudian. “Jika kau bersungguh-sungguh mewujudkan mimpimu, seluruh dunia akan mendukungmu”. Itu pelajaran penting dari sang penulis – di novelnya berjudul Alchemist. Dan kau setuju. Kau tak takut lagi bermimpi.

    Bahkan, kau percaya, tiap orang punya legenda – punya sesuatu yang bisa merubah dunianya dan mewarnai dunia orang lain. “Legendaku menjadi penulis” katamu, tersenyum yakin.

    Seyakin saat melamar menjadi reporter di Detik.com, meski di saat sama, kau sedang mengerjakan skripsimu – tujuh tahu lalu. Dan, kau beruntung. Media portal pertama di di Indonesia itu menerimamu jadi salah satu reporter tetapnya. Lantas, kau pun memilih hijrah ke Jakarta. “Detik.com bagai kampus kedua buatku, suasananya egaliter membuatku nyaman dan tumbuh” katamu, bersemangat.

    Tapi keinginan melihat dunia, membuat kampus keduamu ini bagai keker kecil – tak cukup untuk meneropong dunia. Detik.com hanya mampu menahanmu setahun, sebelum kau memilih bergabung dengan orang nomer satu Republik ini. Dua tahun lalu, kau jadi satu dari empat reporter portal http://www.presidensby.info , yang khusus melaporkan kegiatan, Susilo Bambang Yudhoyono – sang penguasa. Kau bahkan menyebutnya dengan panggilan Bapak.

    “Suasananya memang berbeda dengan tempat kerjaku dulu. Saat ini, lebih formal, lebih seremonial dan protokoler – kurang egaliter”. Katamu.

    Tapi kenapa kau memilih bertahan Nenden, bukankah kau menyukai yang egalitarian? Apa karena Ia bisa mewujudkan mimpimu, melihat dunia? Kau hanya tersenyum sebentar. Memang sejak itu, ia membawamu melihat dunia bukan? Mengunjungi Vietnam, Kamboja,Myanmar, Malaysia, Filipina, Cuba dan Beijing. Meliput Bapakmu dan melihat dunia.

    “Cuba paling menakjubkan. Aku bertemu orang-orang spesial” ujarmu dengan mata berbinar.

    Ah …. lagi-lagi perhitunganmu jitu Nenden. Pintu-pintu melihat dunia, terbuka satu-satu.

    Malam makin larut, tapi tiga perempuan didepanmu makin penasaran, bagaimana keseharian menjadi bagian rumah tangga kepresidenan.

    “Bagaimana rasanya Nenden?” tanya mereka. “Biasa saja” katamu. “Semua orang memanggilnya Bapak, dia suka membaca dan memiliki 13 ribu judul buku. Hm…. Sebenarnya aku tak yakin, dia tahu aku ada disekitarnya” katamu kemudian.

    Dengan tertawa pelan, kau mulai cerita pengalaman kecil dengan Bapakmu itu, “Aku salah satu wartawan kepresidenan yang ikut rombongan Bapak, ke Ambon. Setelah meresmikan sebuah rumah pintar, beliau keluar ruangan melewati beberapa orang dan berakhir dengan menepuk-nepuk pundakku, dipikirnya aku penduduk lokal. … Aku heran dan bingung, berkata dalam hati .. Hallo bapak, kita satu pesawat lo tadi!’ ujarmu sambil tertawa ngakak.

    “Tapi for sure, Bapak itu cerdas” katamu. Lelaki cerdas selalu membuatmu tertarik. Apalagi ditambah berkulit putih, berkacamata, tidak gemuk dan berani menantang dunia – kau bisa jatuh cinta padanya.

    Ah ha. Cinta! Kata yang membuat tiga orang perempuan didepanmu, serentak memajukan kepala kearahmu. “Bagaimana kisah cintamu Nenden, apa arti perkawinan dan pasangan hidup buatmu?”

    Kau tersipu sebentar, sebelum berkata dengan bersemangat “Pasangan bagaikan sepasang tiang penopang sebuah balok perkawinan. Jika tiang saling berjauhan maka balok akan jatuh, begitu pula jika si tiang terlalu berdekatan – sang balok tak lagi seimbang dan jatuh juga”, Katamu. “Pasangan harus saling memberikan ruang, bagai ruang diantara dua tiang. Ruang untuk bernafas dan tumbuh – untuk dirimu sendiri, untuk pasanganmu. Sebuah pernikahan harusnya memberikan ruang spiritual”. Rupanya, Kahlil Gibran dan Oprah Winfrey menginspirasi pandangamu tentang perkawinan..

    Sayang, tak banyak pasangan lelaki mau memberikan ruang itu, ya Nenden. Apalagi, katamu “Aku Scorpio tulen, selalu ekspresif dan meledak-ledak jika jatuh cinta. Kata sahabat-sahabatku, lelaki tak suka cara itu”.

    Mungkin karena itu, kau ditinggal kawin tiga pasanganmu sebelumnya. Kau sempat patah hati dan merasa tak layak dipilih. Kau jadi takut kehilangan. Meski kemudian, kehilangan demi kehilangan mengajarimu berani memilih dan ikhlas. Belakangan, kau mensyukurinya. “Jika tidak, aku tak akan tahu bagaimana caranya memilih pasangan” katamu.

    Kau benar Nenden, mereka tak layak jadi pasanganmu. Carilah lelaki tak biasa, yang menerimamu apa adanya – berani berbagi ruang dengan pasangannya, mendukungnya tumbuh.

    Sudahlah Nenden. Kau pasti menemukannya – di usiamu yang berjalan kepala tiga sekarang. Nikmati saja.

    “Aku mulai bisa menikmati hidupku, legendaku mengalir”, katamu. “Dulu aku tak yakin pikiran-pikiran yang kutulis dinantikan orang, dulunya kupikir itu sampah – tak layak dibaca. Ternyata aku salah, tulisanku dinantikan teman-temanku. Mereka mengikuti dan mengomentari blog ku. Aku sempat takjub”, tambahmu, terharu.

    Ah.. Nenden. Kau tak perlu heran, kau layak mendapatkan legendamu. Tak perlu khawatir juga pandangan orang tentang dirimu. Mau tahu kata mereka? Nenden sang penyuka warna hitam, putih dan kelabu itu, menurut mereka – orangnya percaya diri, bidadari, attractive, cuek, pintar.

    Malam makin larut. Teman perempuanmu mulai rajin melirik jam, sudah tengah malam rupanya.

    Satu lagi sebelum pulang Nenden. “Jika kau ibaratkan dirimu buah, apa yang kau pilih? “

    “Durian” katamu mantap. “Kelihatan jutek dan tajam, dia punya pembatas, kulitnya yang berduri dan keras – sebelum kau mandapatkan biji dagingnya, tapi setelah kau buka, kau akan menyukainya, bahkan ketagihan pula”. tambahmu.

    Kau benar, kau mulai membuat ketagihan – untuk berbicara, mendengar dan mengenalmu lebih dekat. Ah … Sayang malam makin larut. Kau dan temanmu harus segera pulang.Selamat Malam Nenden

    Jakarta Selatan, 11 Agustus 2007

    nendennf.jpg

    Catatan: Tulisan ini rangkaian dari profil peserta kelas narasi II yang diadakan pantau. Tulisan dimuat dengan ijin Mai dan Nenden.

    Continue reading

    5 Comments

    Filed under Dari Kelas